Sejarah Gunung Semeru dan Puncak Mahameru
September 19, 2017
Edit
Dengan segala keindahan alam yang dimilikinya, termasuk danau Ranu Kumbolo dan puncak Mahameru, sampai saat ini gunung Semeru masih menjadi tujuan bagi para penggiat alam bebas, terutama para pendaki gunung. Apalagi gunung Semeru merupakan penyandang gelar 'atapnya pulau Jawa'.
Yup, dengan ketinggiannya yang mencapai 3.676 mdpl, gunung Semeru menjadi gunung tertinggi di pulau Jawa dan gunung berapi tertinggi di Indonesia, setelah gunung Kerinci di Sumatera dan gunung Rinjani di Lombok.
Sejarah Gunung Semeru dan Puncak Mahameru
Namun, selain menyimpan keindahan alam yang sangat megah, gunung Semeru adalah gunung yang menyimpan sejarah penting bagi sebagian orang, terutama bagi masyarakat Hindu. Meskipun begitu, tidak ada salahnya kita pun tahu sejarah gunung Semeru sebelum melakukan pendakian ke sana. Ini dia ulasannya.
Kisah Legenda Gunung Semeru
Menurut kisah yang tertuang dalam kitab kuno berjudul Tantu Pagelaran, ditulis pada abad ke-15. Dahulu, pulau Jawa sempat terapung-apung di tengah lautan yang luas, terombang-ambing oleh ombak dan sering berguncang tak menentu. Kemudian dewa Siwa melihatnya, kala itu pulau Jawa banyak ditumbuhi pohon Jawawut, sebab itulah dewa Siwa menyebutnya pulau Jawa.
Melihat hal itu, kemudian para dewa berdiskusi dan bersepakat untuk memaku pulau Jawa dengan cara memindahkan gunung Meru, yang berada di India, ke pulau Jawa. Untuk melakukan tugasnya, memindahkan gunung Meru, dewa Wisnu menjelma sebagai kura-kura raksasa dan dewa Brahma menjelma sebagai ular yang sangat panjang.
Gunung Meru diletakan di punggung kura-kura raksasa jelmaan dewa Wisnu, sedangkan ular panjang jelmaan dewa Brahma bertugas untuk melilit gunung Meru bersama kura-kura agar tidak jatuh selama perjalanan.
Sesampainya di pulau Jawa, gunung Meru diletakan di bagian barat pulau Jawa, namun tidak seimbang, bagian timur pulau terangkat ke atas. Melihat hal itu, dua dewa itu memotong gunung Meru menjadi dua bagian dan meletakannya masing-masing di bagian barat dan timur pulau Jawa.
Saat mereka membawa ke bagian timur pulau, gunung Meru sempat tercecer dan membentuk barisan pegunungan yang terbentang dari barat ke timur. Hari ini, satu potongan gunung Meru yang terletak di bagian barat kita kenal dengan nama gunung Pananggungan dan potongan utama di bagian timur, kita kenal dengan nama gunung Semeru.
Menurut masyarakat Hindu di Bali dan pulau Jawa, pemindahan gunung Meru ke pulau Jawa bukanlah pemindahan sebuah gunung belaka. Lebih dari itu, ini merupakan pemindahan kayangan para dewa dan nilai-nilai luhur dalam agama Hindu.
Karena memang, sebelum dipindahkannya, oleh masyarakat Hindu, gunung Meru dipercaya sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Gunung ini merupakan tempat terhubungnya bumi, tempat tinggal manusia, dan kayangan, tempat berkumpulnya para dewa. Sampai sekarang, gunung Semeru diyakini sebagai tempat kediaman para dewa.
Masyarakat Bali sangat menghormati gunung Semeru, mereka percaya bahwa gunung Semeru adalah bapaknya gunung Agung di Bali. Dalam waktu-waktu tertentu, saat mendapatkan suara ghaib, mereka akan mengadakan ritual sesajian kepada para dewa, meminta keselamatan dari amarah kawah gunung Semeru (Jonggring Saloko) yang aktif sampai saat ini.
Orang yang Pertama Kali Menjelajahi Gunung Semeru
Clignet, seorang ahli geologi asal Belanda, pada tahun 1838, ia mendaki gunung Semeru untuk pertama kalinya dilakukan oleh manusia. Kala itu ia menggunakan jalur pendakian Widodaren.
Kemudian pada tahun 1945, seorang ahli botani asal Belanda bernama Junhuhn, untuk pertama kalinya mendaki gunung Semeru menggunakan jalur pendakian Ayek-Ayek.
Terakhir, ada Van Gogh dan Heim. Pada tahun 1911, mereka berdua mendaki gunung Semeru lewat lereng utara yang saat ini kita kenal dengan jalur Ranupane.
Baca juga;
Demikian adalah sejarah gunung Semeru dan puncak Mahameru, sebuah gunung indah dan megah yang dinaungi para dewa, dihormati masyarakat Hindu dan diimpikan oleh para perindu ketinggian. Sampai kapan pun, puncak Mahameru akan selalu menjadi puncak abadi para dewa.