-->

Kisah Mistis Saat Pendakian Gunung (Pengalaman Pribadi)


Hampir setiap bulan saya mendaki gunung, bahkan sebulan bisa 2-4 kali, baik itu berdua saja dengan suami ataupun beramai-ramai.
Kecuali beberapa bulan ini, saya cuti mendaki karena cuaca yang lagi tidak bersahabat dan banyak kesibukan yang tak bisa saya ceritakan.

Dalam penantian panjang menanti cuaca bersahabat, selain bekerja saya habiskan waktu untuk memperbaiki isi blog dan menulis artikel dikala waktu luang.
Rasanya paling nikmat mengobati rindu dengan membayangkan saat-saat pendakian yang lalu.

Kali ini entah kenapa tiba-tiba saya memikirkan saat-saat horor dalam pendakian yang sulit dilupakan.
Sama sekali tak ada niat apapun dalam artikel ini, apalagi untuk menakut-nakuti, murni hanya untuk menuangkan pengalaman horor dan uji nyali yang pernah saya alami.

Believe it or not.....terserah.


Dari gunung Ciremai (via Palutungan, Apuy, Linggarjati, Linggasana Baru), Merbabu, Slamet, Sindoro, Sumbing, Cikuray..yang paling mistis saya alami adalah Ciremai via Linggarjati
So...saya akan cerita via Linggarjati terlebih dahulu, setelah itu gunung-gunung lainnya.

Ciremai via Linggarjati bukan saja terkenal dengan medannya yang kejam dan mistis dibanding jalur lain di gunung Ciremai.
Beberapa pendapat mengatakan, kalau sudah lulus melewati jalur Linggarjati, maka gunung lainpun bisa dilalui, dan itu cukup terbukti dengan yang saya alami.
Sudah tiga kali saya mendaki gunung Ciremai via Linggarjati dalam kurun waktu satu tahun ini.

Jika orang-orang merasa ampun-ampunan dijalur ini, tidak begitu dengan saya.
Treknya memang kejam, dan saya pun lemah letih lunglai dibuatnya, tapi saya tidak pernah kapok melewati jalur Linggarjati.

Entah mengapa jalur ini adalah favorit saya dibanding gunung lainnya.
Mungkin karena saya pernah memiliki mimpi yang sempat terkubur 25 tahun silam, dilarang orang tua mengikuti teman-teman mendaki via Linggarjati, sehingga jalur ini sangat spesial hingga akhirnya bisa saya wujudkan impian tersebut 25 tahun kemudian, jadi kenyataan.

Kisah mistis / horor di gunung ini ? Menurut saya paling wowwww !

⏩⏩⏩⏩⏩🔺⏪⏪⏪⏪⏪

Pendakian Pertama ke Gunung Ciremai via Linggarjati.


Di Pos 6 Pamerangan tempat saya mendirikan tenda dengan suami, pada malam hari terdengar suara neng kunti, dan itu bukan kami saja yang dengar, hampir sebagian pendaki yang camp di Pos 6 mendengarnya. Saya tidak takut dengan kejadian ini, karena ada suami dan banyak suara pendaki yang ngobrol.

Keesokan harinya ketika turun dari puncak, saya dan suami terkena perjalanan malam.
Saya mendengar dengan jelas suara gamelan yang sangat kuno didaerah Bapa Tere..sangattttt kuno dan aneh kedengarannya.
Saya hanya diam saja tak menceritakan hal ini pada suami.

Masih dikawasan antara Bapa Tere menuju Seruni, lampu tenda yang digunakan suami sebagai penerang jalan pada saat itu tiba-tiba kedap kedip dalam waktu lama tanpa sebab,  dan itu membuat saya sangat takut karena perjalanan jadi terganggu dan semakin menyeramkan, namun tiba-tiba pula lampu menyala kembali dengan sendirinya.
Saya merasa janggal, dan bertanya pada suami :
-Lampunya kenapa kang ?
-Kena guncangan neng..
(Suami menjawab seperti itu agar saya tidak takut, padahal suamipun merasakan sesuatu hal yang janggal.



Dan masih dikawasan tersebut, tiba-tiba kami mencium bau menyengat, ternyata bau batang dan akar pohon yang baru tumbang, kami merasa disesatkan dengan adanya tiga pohon besar tumbang didepan mata, sehingga tak tau harus kemana arah jalan pulang.

Kami mencoba merayap dibagian atas pohon namun tidak berhasil karena membuat kami terperosok kedalam rerimbunan ranting pohon tumbang.
Suasana saat itu sungguh meneyeramkan, sunyi mencekam, dan gelap gulita..banyak aura-aura negatif berkeliaran yang tak bisa saya ceritakan, saya hanya fokus bersama suami mencari jalan keluar dari tempat itu.
Headlamp yang saya pakai dikelilingi rembetuk dan laron, sangat mengesalkan mengganggu penglihatan.

Setelah berbagai usaha kami lakukan, tiba-tiba saya melihat sesuatu berwarna putih  jauh didepan pohon tumbang, awalnya saya takut, tapi karena penasaran saya lihat berulang-ulang, dan yeeeyyyyyy..ternyata petunjuk jalan, berarti ini bukan arah yang salah, namun karena terhalang adanya 3 pohon besar yang tumbang membuat jalur tertutup tak bisa dilewati.


Lokasi pohon tumbang (foto saya ambil 9 bulan kemudian setelah kejadian, saat pendakian ketiga via Linggarjati)
Tinggal satu pohon saja yang masih menghalangi jalan karena sisanya sudah dirapikan agar pendaki bisa lewat.

Setelah mengamati diberbagai sudut, akhirnya dengan berat hati kami mememutuskan memipir dipinggiran pohon tumbang berupa ranting-ranting yang dibawahnya adalah jurang ! 
Suami mencoba menggapai ranting demi ranting untuk dapat melewati jalur yang terhalang pohon tumbang, dan saya sangat pelan-pelan mengikuti dengan cermat dimana tempat suami menggapai dan berpijak.
Ranting bisa patah jika salah berpijak dan menggapainya, kami bisa terperosok.
Butuh ketenangan yang luar biasa, sungguh uji nyali hidup dan mati rasanya pada saat itu.

Sesampainya di Pos 6 Pamerangan, kami bermalam lagi.
Saya dan suami istirahat didalam tenda, sekitar jam 12 malam terdengar suara perempuan tertawa-tawa terbahak kencang berkali-kali.
Saya pikir adalah tawa canda pendaki disebrang tenda, tapi aneh..kok ketawa sendiri ? tidak ada suara lain orang bicara maupun becanda pada saat itu.l
Plisss deh ini tengah malam !!

Setelah suara tawa hilang, tak lama kemudian terdengar jelas suara desahan perempuan sedang berbuat mesum, semakin lama semakin kencang, dan saya sempat sangat risih dibuatnya, saya pikir adalah suara dari sebelah tenda yang sedang berbuat mesum.
Hal tersebut membuat saya ngedumel pada suami : engga tau malu banget sih tu orang !!

Setelah suara itu hilang, suami dengan indahnya tidur nyenyak, sedangkan saya asik sendirian menghangatkan diri berdiam didekat kompor (didalam tenda) sambil mengeringkan kaos kaki yang basah didekat kompor.

Lalu...dengan jelas terdengarlah suara cekikikan neng kunti terus menerus..suaranya sangat halus merdu, saya ketakutan lalu membangunkan suami tapi tidak bangun-bangun.

Antara takut dan penasaran saya beranikan diri membuka pintu tenda..hiyyyyy gelappp gulita, tak satupun tenda menyalakan lampu, padahal pos ini sangat dipenuhi tenda-tenda pendaki, ada sekitar 20 tenda. Saya segera menutup kembali pintu tenda.

Suara cekikikan terus menerus terdengar jelas tanpa henti membuat saya membangunkan suami lagi.
Kesal dan takutnya bukan main karena suami tak juga bergeming saat saya bangunkan, bahkan saking takutnya sampai saya tampar-tampar pipi suami dan saya goncang-goncangkan tubuhnya, namun beliau sama sekali tak bergerak..diam dengan posisi tidur persis seperti orang mati, membuat saya semakin takut.

Akibat aksi panik membangunkan suami, kaos kaki terbakar dikompor, semakin panik dan repotlah saya pada saat itu, tapi bisa teratasi.

Saya memberanikan diri lagi membuka pintu tenda...Aduhhhh gile aje semakin gelap dan seram, saya beranikan diri keluar pintu tenda..arghhhhhhh.
Ternyata dari tenda sebelah terlihat cahaya redup seperti nyala lilin, saya bergidik dan langsung masuk lagi ke tenda.

Hasrat hati ingin membaca doa, namun apa daya surat Al-Fatihah pun saya tak ingat (parahhh !! mendadak amnesia!!).

Berkali-kali saya mengucap audzu..audzu..audzu..ya Allah audzu apa ??? audzu..audzu..apaaa ???
Saya berusaha menenangkan diri, mengingat-ingat surat Al-Fatihah, hingga akhirnya berhasil mengingat, audzu..audzu..audzubillahi minasyaitan nirrajim..Bismillahirrahmanirrahim....(horeee bisa ingat !)

Entah berapa ratus kali Al-Fatihah dan doa lainnya saya baca dalam waktu 2-3 jam tanpa henti, sambil mendengar suara cekikikan neng kunti yang terus terdengar jelas.
Neng kunti pakai batre apa sih ? Kok ga ada cape nya !!



Dan, saat menjelang subuh suara kunti pun belum berlalu, tiba-tiba saya mendengar suara pelan seorang laki-laki dari tenda sebelah : La..la..sadar ! la..sadar !
Saat itu saya baru menyadari, yang saya dengar berjam-jam tadi, suara ketawa kencang, suara mesum, dan suara kunti cekikikan, adalah suara dari tenda sebelah yang ternyata kesurupan.

Saya kembali membangunkan suami, dengan maksud mengajak suami ke tenda sebelah untuk membantu doa, namun tetap saja beliau tak bergeming saat dibangunkan..ampunnnn, disirep atau kebluk maksimal sih ! Hiks hiks.

Akhirnya saya memberanikan diri membuka pintu tenda lagi, karena tak mampu berbuat banyak untuk menolong, saya konsentrasi mengarahkan mata saya kearah tenda sebelah sambil berkali-kali mengirim doa.
Takut banget sebenarnya, tapi saya paksa beranikan diri karena sudah lemas linu mendengar suara si neng kunti konser tiada henti.

Akhirnya, sayup-sayup terdengar adzan subuh, suara cekikikan hilang begitu saja. Wawww !! Alhamdulillah...saya merasa lega, namun rasanya letih tiada tara ya Allah ! seperti habis tektok 7 gunung (lebay), secara saya belum istirahat/tidur sama sekali dari pagi ketemu pagi lagi.

Setelah menunggu sekitar 15 menit tak ada bunyi cekikikan, saya pun bisa merebahkan badan dan tidur.

Baru dua jam merasakan lelap, tiba-tiba pagi hari ada seseorang mengucap salam diluar tenda. Saya pun terbangun dan membangunkan suami. Ternyata mereka dari tenda sebelah yang temannya kesurupan.
Mereka datang meminta maaf, menyampaikan pesan dari neng kunti dan menceritakan kejadian semalam. Suami yang tak tahu menahu kejadian semalam sempat gagal paham, dan akhirnya saya jelaskan.

Karena kejadian tersebut, mereka tak mau melanjutkan pendakian.
Saya dan suami merasa kasian mereka jauh-jauh dari Krawang
Kamipun menawarkan bantuan untuk menemani teman mereka (yang kesurupan) di Pos 6 atau membawanya turun ke basecamp, agar yang lainnya bisa melanjutkan pendakian.

Namun secara halus tawaran kami ditolak, mereka tidak berani melanjutkan pendakian karena letih dan takut terjadi hal yang tak diinginkan, mereka ingin kembali ke basecamp saja dan pulang ke Krawang.


 Pos 6, Pamerangan





⏩⏩⏩⏩⏩🔺⏪⏪⏪⏪⏪


Pendakian kedua ke Gunung Ciremai via Linggarjati

Pendakian kali ini saya bersama suami, anak-anak, dan teman-teman yang seluruhnya berjumlah 27 orang.

Pada hari pertama saat awal pendakian, Rahman bercerita melihat saya diikuti terus oleh sosok harimau.
Entah nyambung atau tidak, tapi seorang saudara pernah memberitahu, bahwa ada pendamping yang melindungi saya, dari karuhun (nenek moyang) tiga ekor harimau, yaitu si putih, si hitam, dan si belang.
Percaya atau tidak kebenarannya, hingga saat ini saya sikapi dengan bijak saja. Skip.

Ketika menuju Pos 5 Kuburan Kuda, saya dan suami beristirahat, hingga akhirnya muncul beberapa teman-teman untuk istirahat bersama.
Karena banyak teman, saya yang sudah sangat kebelet tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk buang air kecil, hingga saya memilih lokasi yang agak jauh dari tempat istirahat, dan menemukan tempat yang aman, nyaman, tentram dijalan setapak yang bukan jalur pendakian, dengan tebing sedikit tinggi disebelah kiri, dan jurang disebelah kanannya.

Seperti biasa saya mengucap salam dan permisi ketika akan buang air.
Assalamualaikum, punten, numpang pipis, punten, permisi, numpang pipis..begitu saya ucapkan tanpa henti.

Karena aksi buang air kecil yang tak kunjung usai (maklum kebelet).. saya menengok kesegala arah, merasa suasana mulai tak nyaman. 

Ditengah celotehan permisi, punten, numpang pipis, tiba-tiba sesosok laki-laki berbaju putih muncul melayang dari arah jurang sambil menjawab : hmmm (mendekat kearah saya).
Saya langsung teriak memanggil suami : Daaarrrllllllll !!
Suami menjawab sambil berlari-lari menghampiri : ya darl.........kenapa ?!!

Saya tak menjawab, langsung bersih-bersih dan berkemas membereskan perlengkapan buang air, dan jalan tergesa-gesa, uhhh merinding disco rasanya !!

Teman-teman yang melihat kehadiran saya ditempat istirahat hanya memandang planga-plongo tanpa ada yang berani bertanya.
Saya dan suami pun melanjutkan perjalanan.



Dan sesuai kesepakatan, akhirnya kami semua bermalam di Pos 6 Pamerangan (again).
Pos 6 sangat penuh oleh tenda-tenda pendaki, suasana saat itu riang gembira.
Saya selesai ngobrol-ngobrol ditenda anak-anak perempuan (Puput, Seva, Ayu, Yayang), lalu keluar karena lapar.
Tenda anak perempuan ini ada disebelah kiri, dan tenda laki-laki sebelah kanan sangat ramai karena sedang acara masak memasak dan makan malam. Saya melewati ditengah-tengah antara tenda kiri dan kanan. Tiba-tiba saja terdengar jelas suara Yayang memanggil-manggil saya dengan merdunya : tanteeee...tanteee !! 
Saya menghentikan langkah, tak menjawab. Sesuatu yang aneh terjadi...Yayang ada ditenda kiri, kok suaranya muncul dari tenda laki-laki yang sebelah kanan ??
Untuk meyakinkan diri, saya memanggil Yayang yang masih didalam tenda sebelah kiri :

-Yang...barusan manggil saya ? 
- Engga te...kenapa ?
- Engga papa.

Ahhhh...saat itu saya langsung masuk tenda, dan tidak jadi makan..takut.
 
Keesokan harinya kami santai-santai manja di Pos 6, karena ini pendakian sangat santai kami tidak melakukan summit, tapi melanjutkan pendakian siang hari ke Pos 12 untuk menginap kembali.
Saking santainya, kami melakukan perjalanan hingga maghrib baru sampai di Pos 10 Batu Lingga.
Ketika menuju Pos 11 Sangga Buana 1 terjadi sesuatu.
Saya berjalan sekitar 3-5 meter dibelakang Ayu, sekelebat sosok lewat didepan saya, dan saya langsung menunduk, namun tiba-tiba saja Ayu seperti terkejut, berhenti menengok ke belakang dan berkata : Tante nepak (mukul) aku ??? Engga yu..daun kali.
Ahhh..padahal tak ada daun disitu, lagian mana ada daun mukul..kwkw, dan sejatinya tak mungkin saya yang berjarak 3-5 meter bisa juga memukul Ayu. Sepertinya si sosok yang lewat tadi mengganggu Ayu.
Ayu kebingungan, dan terlihat dari raut wajahnya sangat takut..dan setelah kejadian itu Ayu langsung sakit. Skip.
 
Pada perjalanan berikutnya, turun siang  hari menuju basecamp, sehabis istirahat diatas Pos 9 Bapa Tere. Saya berjalan dibelakang Opan sekitar 10 meter. 
Saya melihat dua pendaki berpapasan bahkan bersentuhan pundak dengan Opan, tapi kok mereka saling cuek bebek tak saling bertegur sapa layaknya para pendaki yang gemar saling menyapa jika bertemu pendaki lainnya.
Karena merasa akan ada dua pendaki lewat, saya sedikit menepi untuk memberi jalan, dan hanya 1 detik saja saya sedikit menunduk ketika menepi, tapi olalalalaaaa..ketika saya lihat lagi dua pendaki tadi sudah tidak ada !! hilang seketika entah kemana?
Saya celingak celinguk mencari keberadaan dua pendaki tersebut....whatttttttt !!! Benar-benar hilang seketika !!!
Setelah kejadian itu Opan langsung keringat dingin, padahal saya belum cerita apa-apa ke Opan, namun setelah saya cerita, Opan malah meriang bombay (sakit) 😂.


 Pos 9, Bapa Tere


Pada moment lainnya, karena keletihan yang teramat sangat, Wiendha merasa dirinya ada yang mengikuti, hingga langkah terasa sangat berat dan beberapakali terjatuh, dan akhirnya kesurupan di Pos Kuburan Kuda.
Teman-teman bersusah payah menyadarkannya kembali.

Cerita selengkapnya tentang pendakian kedua via Linggarjati :  Pendakian Gunung Ciremai via Linggarjati (Enjoy trip 27 pendaki dijalur kejam)


⏩⏩⏩⏩⏩🔺⏪⏪⏪⏪⏪


Pendakian ketiga ke Gunung Ciremai via Linggarjati
 
Pendakian yang ini saya pergi dengan suami, Opik, Ela, Bayhaqi, dan Mel.
Kami mendirikan tenda di Pos 8 Tanjakan Seruni.
Tidak seperti dua pendakian sebelumnya yang ramai oleh pendaki, kali ini sungguh sepi, sangat jarang ada pendaki yang susul menyusul maupun berpapasan.
Kami mendirikan tenda di Tanjakan Seruni, ada kemajuan...karena biasanya saya camp di Pos 6 Pamerangan 😁.
Sebenarnya kami masih bisa lanjut perjalanan dan mendirikan tenda di pos berikutnya, tapi karena di Pos Tanjakan Seruni ada beberapa tenda dan banyak pendaki yang camp, akhirnya kami memutuskan camp di pos ini.


Pos 9, Tanjakan seruni


Pada keesokan subuh, kami malas-malasan untuk summit, hingga akhirnya jam 8.00 kami baru summit.
Entahlah..tidak seperti biasanya saya keluar tenda dengan begitu saja tanpa memikirkan perbekalan, karena bangun tidur masih antara sadar dan tidak.
Perjalanan Seruni ke Bapa Tere termasuk jauh dan berat, apalagi ke puncak masih sangat jauh, belum lagi turunnya menuju Seruni.

Hingga akhirnya beberapa saat sebelum sampai di Pos Bapa Tere saya kelaparan.
Saya tanya pada Opik :

- Bawa makanan apa aja pik ? Laper !
- Bawa roti sama 2 bungkus mie instant te...
Whatttttttt ??!! Cuma bawa itu saja ?? Saya langsung berpandang-pandangan dengan suami, lalu memutar otak.
Saya putuskan untuk tidak melanjutkan pendakian dan kembali ke tenda saja bersama suami.
Untuk kami berenam, tak akan cukup perbekalannya, sudah bisa diperkirakan untuk sampai kembali ke Seruni malam hari, celaka jika nanti kelaparan dijalan.

Toh saya dan suami sudah beberapakali melewati jalur ini, sedangkan Opik, Ela, Bayhaqi, Mel baru pertamakalinya mendaki via Linggarjati...jadi biarlah mereka saja yang melanjutkan perjalanan menuju puncak yang masih sangat jauh itu.
Sebenarnya saya dan suami sangat teramat kuatir tak bisa mendampingi mereka, tapi mau gimana lagi? Daripada nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, lebih baik cari jalan keluar agar situasi aman terkendali.
Setelah berbagai nasehat dan petunjuk saya dan suami berikan pada teman-teman, kami berpisah dengan sangat berat hati..byeeeeee..byeeeee..hati-hati !! 

Saya dan suami kembali ke Seruni, langsung makan dan tidur-tiduran.
Pos Seruni sepi sekali, karena semua pendaki sedang summit.

Belum sempat terlelap, tak lama kemudian saya mendengar suara lonceng pendaki dari arah bawah jalur pendakian.
Saya berpikir ada pendaki yang sedang menuju ke Seruni.
Semakin lama suara lonceng semakin dekat dan kencang berikut suara langkah manusia.
Setelah suara dan langkah mendekat dengan posisi tenda, suara menghilang.



Suami sempat menggerakkan tubuhnya, saya pikir beliau mendengar suara itu juga, tapi ternyata hanya sekedar membalikan badan dan tidur pulas.
Saya membangunkannya dengan suara pelan, namun tidak bangun. Saya kembali terkonsentrasi mendengarkan suara lonceng, karena suara itu muncul lagi dari kejauhan semakin mendekat dan mendekat.

Karena penasaran, ketika suara itu benar-benar dekat saya mengintip sekeliling Pos Seruni dari pintu tenda, berharap ada pendaki disana.
Tapi...suara hilang, tidak ada siapa-siapa di Pos Seruni...beuhhhhhh.
Saya tegang, akhirnya mengambil posisi tidur miring dan memaksa suami yang sedang tidur pulas untuk memeluk saya.

Suara lonceng itu terus-terusan berbunyi dari jauh dan mendekat, namun saya sudah merasa dalam posisi aman hingga tak merasa takut, akhirnya tertidur.

Keesokan harinya Ela pun bercerita hal yang sama, dia mendengar suara lonceng itu berkali-kali dari arah bawah menuju ke Seruni, namun tak pernah ada pendaki yang datang.


⏩⏩⏩⏩⏩🔺⏪⏪⏪⏪⏪


Pendakian Gunung Ciremai via Linggasana Baru.
Baiklah, sekarang beralih ke jalur berikutnya, yang kedua termistis menurut saya yaitu Gunung Ciremai via Linggasana Baru.

Jalur  ini masih tetanggaan dekat dengan jalur Linggarjati. Pohon-pohon yang ada disini masih sangat rapat-rapat, namun suasana masih sangat asri.
Saya melakukan pendakian dengan Suami, Wirman, Agus, Tyo, dan Ato.
Kejadiannya adalah saat kami melakukan perjalanan turun malam dari (sebelum) Pos 6 menuju basecamp.

Dalam perjalanan memimpin paling depan adalah Wirman, lalu Ato, Tyo, Agus, Saya, dan Suami paling belakang.
Baru beberapa menit melangkah saya merasakan ada yang meraba badan belakang, saya pikir suami, tapi saya segera tersadar, kok tangan suami besar sekali hingga memenuhi badan belakang ?? sontak saya melihat ke belakang ke arah suami, dan sudah pasti bukan suami saya yang meraba karena beliau berjarak sekitar 2 meter dari saya, dan pada kenyataannya dia tidak menyentuh saya sama sekali pada saat itu...@#$%&@.



Karena suami merasakan sesuatu yang janggal, ada yang mengikuti dibelakang, dia menyoroti dengan senter kearah belakang dan meminta saya jalan duluan, saya tak berani jalan karena Agus sudah jauh di depan.
 
Kamipun melangkah lagi, baru 3-4 langkah, suami bertanya :
- Neng dingin ga ?
- Ga kang.
- Dingin banget akang mah..
- Ga ah..panas.
Dan setelah itu kami melangkah lagi, hanya beberapa langkah setelah itu.. dengan jelas saya mendengar suara neng kunti dari arah kiri, langsung saya arahkan senter kearah suara namun tidak ada apa-apa.

Beberapa langkah kemudian saya dan suami melihat sesuatu berwarna putih dari arah atas, lalu bunyi krakkk !! (ranting patah), tak lama kemudian dari arah belakang tiba-tiba suami berlari-lari sekonyong-konyong menabrak saya dengan kencang..saya benar-benar kaget, untung tanah datar sehingga saya bisa menahan agar tidak jatuh.
Rupanya suami ditarik dan didorong si neng kunti !

Dan melangkah lagi, kali ini bagian depan rambut saya diganggu dengan dikebas-kebaskan ke depan, sehingga membuat saya risih karena mata terhalang rambut..kezellllll.

Wirman meminta merapatkan jarak, agar tak ada celah untuk neng kunti berada diantara kami.

Berikutnya Wirman meminta break, karena si kunti menghadang perjalanan.
Kami break agak lama...beberapakali saya melihat sesuatu dibelakang Ato, tapi setiap disenter hilang. 
Pada bagian break ini, semua teman-teman melihat penampakan itu.

Setelah merasa aman kami melanjutkan perjalanan.
Saya mendengar suara nafas suami aneh banget, dan beberapa kali ada suara mengeram menggerutu dari mulut suami, yang ada dipikiran saya..jangan-jangan suami kesurupan !! Saya agak ketakutan dan tak berani menoleh ke belakang untuk melihat suami.
Saya berharap bisa memberitahu Agus agar Wirman berhenti, namun sulit sekali mendekati Agus..entah kenapa.

Dan saya pun berkali-kali merasakan dibelakang bukan suami saya, tapi sesuatu berwarna putih atau kuning, sedangkan suami memakai kaos warna gelap.

Hingga akhirnya kami sampai disumber mata air di Pos 2, dan berhenti untuk mengambil air.
Saya langsung mendekati Agus dan Wirman, memberitahu mereka jika suara nafas suami saya bunyinya aneh, tolong diliat takut kenapa-napa..
Ternyata ketika ditanya suami merasa berat sekali, seperti sedang menggendong orang dibelakangnya.
Ahhhhh..neng kunti tidak bisa masuk dicelah-celah antara kami jadi minta gendong !!
Sepanjang perjalanan turun kejadian demi kejadian menyeramkan terus mengikuti, namun kami selalu berusaha merapatkan barisan..Alhamdulillah bisa sampai basecamp tanpa kurang satu apapun.

Cerita selengkapnya tentang pendakian Ciremai via Linggasana Baru : Pendakian Gunung Ciremai via Linggasana Baru (Tidak lewat Linggarjati, jalurnya masih asri alami bikin gempor)


⏩⏩⏩⏩⏩🔺⏪⏪⏪⏪⏪


Pendakian Ciremai via Palutungan

Sudah dua kali dalam satu tahun saya lewat jalur ini, yang pertama tak ada yang saya lihat dan saya dengar, kalaupun ada...lupakanlah, hanya terlihat sekelebat-sekelebat saja ketika melakukan perjalanan malam.




Pendakian yang kedua via Palutungan, ketika saya dan suami mendaki dengan beberapa teman yaitu Kang Henhen, Mba Dhani, Mulya, A Wahyu.
Saat kami sedang istirahat siang hingga maghrib di Pos Tanjakan Asoy. Suami, Kang Henhen, dan Mulya tertidur.
Saya dan mba Dhani tidak tidur.

Karena bosan menunggu para lelaki tidur, mba Dhani berjalan-jalan disekitar pos. Dan saya..karena merasa dingin akhirnya jalan-jalan disekitar pos.
Saya melihat sinar matahari menyinari umpakan tangga di Tanjakan Asoy, rasanya tergugah hati ini untuk menghangatkan diri, lalu naiklah saya ketempat yang disinari matahari tersebut.
Saya lihat dari atas mba Dhani muter-muter dibawah dengan pandangan kosong yang aneh, saya merasa was-was.

Tak lama kemudian..saya dikejutkan oleh suara (seperti kunti), ternyata mba Dhani pun mendengar..walau posisi kami saling berjauhan otomatis kami saling berpandangan.
Saya langsung turun mendekati mba Dhani, dan tanpa dikomando langsung berbarengan menuju tempat istirahat para lelaki.
- Des denger ga ? (suara kunti)
- Iya denger mba..

Dan kami duduk berdempetan, tak ingin terpisah karena takut.
Didepan kami ada hp kang Henhen yang masih menyala melantunkan lagu-lagu. Kami ingin mematikan musiknya, tapi sudah dioprek-oprek berkali-kali mba Dhani tak tau cara mematikannya, begitupun saya.

Saking takutnya kami memilih untuk melempar hp nya (sorry kang Henhen) 😂.
Pilihan yang sangat salah dan tolol, sudah dilempar musikpun masih terdengar, hingga kami memutuskan mengambil lagi hp itu dan kami off dengan susah payah.
Setelah itu kami terdiam ketakutan, menikmati suara kunti yang semakin jelas karena musik telah dimatikan, hingga akhirnya suara kunti hilang dengan sendirinya.
Keesokan hari saat summit, disekitar (sebelum) simpang Apuy, kami semua mendengar orang tertawa-tawa aneh dan seketika lenyap, sunyi senyap.


Pos Kuta


Dan saat kami turun malam menuju basecamp, yang sejatinya Pos Kuta menuju Pos Cigowong sangat dekat, namun jauh tak sampai-sampai.
Aneh...perjalanan naik dari Cigowong ke Kuta paling lama hanya setengah jam, kok ketika turun rasanya tak sampai-sampai..kami merasa diputar-putar berjam-jam saat itu.
Hingga akhirnya ketika sampai di Pos cigowong semua terkulai lemas tak berdaya, dan tidur.


⏩⏩⏩⏩⏩🔺⏪⏪⏪⏪⏪


Pendakian Gunung Slamet via Bambangan

Saya pergi beramai-ramai ke gunung Slamet. Karena kondisi letih menuju Purbalingga menggunakan motor, pada saat pendakian kami banyak istirahat dan tidur ditiap pos.

Di Pos 1 saya disambut dengan bau kemenyan yang menyengat, dan ternyata hampir sepanjang perjalanan dibeberapa tempat tercium bau kemenyan.
Konon katanya ada yang sedang semedi atau semacamnya.

Lalu, saya lupa di pos mana...
Kami beristirahat karena maghrib, dan saya ingin buang air kecil ditemani suami.
Seperti biasa saya ucapkan salam dan permisi ketika akan buang air. Baru saja selesai memakai celana, tiba-tiba dari jarak yang sangat pendek batu berukuran sedang (dilempar) mendarat dibokong saya. Saya terkejut langsung gerak cepat menuju suami.

- Kenapa neng ?
- Ada yang lempar batu kang !
- Paling orang iseng yang lempar (menenangkan saya agar tidak takut).
Whatttt orang iseng ? Bagaimana bisa orang iseng, wong dilempar dari jarak dekat dan tidak ada siapa-siapa, ditambah dibelakang saya hanya ada pepohonan hutan rimbun dan jurang kecil...ahhhhh sudahlah, walaupun merinding saya anggap itu orang iseng. Skip.

Karena salah satu teman ada yang tidak kuat melanjutkan perjalanan, kami terpaksa bermalam di Pos Samaranthu, pos paling angker di jalur Bambangan.  
So..kalian berharap ada cerita mistis yang saya atau teman-teman alami di pos ini ? Sama sekali tidak ada. Walaupun menakutkan, kami tentram berada disini.
Hanya saja tempatnya memang agak-agak seram dibanding pos-pos lainnya, banyak pohon tua dan pohon tumbang di Samaranthu.
Dan kami selalu buang air berjamaah di pos ini...hahaha (serem bo ! Pos ini suasananya keueung/sungil banget).




Kisah seramnya malah terjadi saat sehabis summit, perjalanan turun dari Samaranthu menuju basecamp.
Karena hari menjelang maghrib, dan para lelaki masih sibuk membereskan tenda, tiba-tiba angin kencang datang, dan saya agak was-was sehingga para perempuan berempat (saya, Yayang, Ayu, Dwy) memutuskan turun duluan.
Saya memimpin perjalanan, beberapakali merasa diikut-ikuti derap langkah lebih dari empat orang, dan terdengar suara laki-laki sedang bicara mengikut-ikuti, entah siapa dan bicara apa.
Beberapakali saya memastikan dengan menoleh ke belakang, apakah ada orang lain selain kami berempat ? Tapi tidak ada sama sekali.

Yayang, Ayu, dan Dwy pun beberapa kali bertanya setiap saya menoleh ke belakang, Ada apa te ? Saya jawab tidak ada apa-apa.
Suara dan derap langkah selalu menghilang begitu saja setiap saya menoleh ke belakang, dan muncul kembali setiap saya melanjutkan perjalanan.
Risih dan gelisah rasanya, berharap suami dan teman-teman segera menyusul kami, karena saya sudah tak nyaman diikut-ikuti.

Ketika sayup-sayup terdengar adzan maghrib, saya dan teman-teman berhenti sambil menunggu kaum lelaki datang.
Alhamdulillah, tak lama kemudian mereka muncul. Kami pun melanjutkan perjalanan malam, suami memimpin perjalanan didepan.

Ternyata, ketika sudah sampai pos untuk beristirahat saya bercerita kejadian tadi, dan cerita yang sama pun dialami oleh wiedhi, diapun merasa diikut-ikuti derap langkah dan suara laki-laki ditempat yang sama.
 
Karena beberapa teman tidak membawa senter/headlamp, saya bertukar tempat dengan suami agar beliau bisa membantu menerangi yang lainnya, saya memimpin didepan.

Entahlah saya lupa saat itu ada disekitar mana, sekitar 10-20 meter saya melihat didepan ada jalur bercabang, jalur kiri terlihat agak landai, dan yang kanan agak curam, saya memutuskan akan melewati yang landai dikiri.

Namun ketika beberapa langkah akan sampai dijalur cabang, saya melihat dikiri ada sosok putih berambut panjang seperti sedang duduk membelakangi, sontak saya langsung menunduk seketika itu juga berbelok mengambil jalur kanan tanpa bicara apapun pada yang lain.
Ingin segera sampai basecamp rasanya saat itu.

Cerita selengkapnya tentang pendakian gunung Slamet via Bambangan : Pendakian Gunung Slamet via Bambangan (Camp di pos paling angker, Samaranthu)




⏩⏩⏩⏩⏩🔺⏪⏪⏪⏪⏪

Itulah kisah-kisah mistis yang saya alami selama pendakian.
Pada pendakian gunung Ciremai via Apuy, Merbabu, Sindoro, Sumbing, dan Cikuray, saya tidak melihat dan mendengar sesuatu yang aneh disana.
Semua yang saya alami tidak pernah membuat saya kapok mendaki, karena hal-hal seperti itu adalah wajar ditemukan saat pendakian.
Namun tidak semua orang akan mengalami hal yang sama, ada yang bisa merasakan, melihat, mendengar hal-hal seperti itu, ada pula yang tidak sama sekali. Setiap manusia diberi kelebihan dan kekurangan oleh Sang Pencipta.
Ambil dari segi positifnya saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak.

Yang terpenting harus disadari bahwa yang dihadapi adalah alam liar, kita mendatangi suatu tempat adalah bertamu (khususnya dalam hal ini gunung), persiapkan mental dan fisik secara prima, harus sopan, jangan lupa banyak permisi, tidak bicara sembarangan,  tidak melakukan hal-hal yang melanggar aturan, tidak memaksakan diri, dan jangan pernah lupa selalu berdoa..InsyaAllah kembali kerumah dengan selamat.










Artikel Lainnya :

Traveler (Mountain Climbing) :
⏩ Gunung Ciremai via Palutungan (Pendakian dadakan yang bikin nyesek jempol kaki)
⏩ Gunung Ciremai via Apuy (Jalur Ciremai paling pendek yang aduhai)




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel